Hakikat Husnudzan Kepada Allah
Hakikat Husnudzan Kepada Allah
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam ang diutus sebagai ramhat bagi semesta dalam, juga kepada keluarga dan para sahabatnya.
Husnudzan kepada Allah Ta'ala merupakan  ibadah hati yang paling jelas. Namun ini tidak dipahami oleh kebanyakan  orang. Karena itu kami berusaha menjelaskan keyakinan Ahlus Sunnah wal  Jama'ah tentang ibadah ini dengan memberikan penjelasan dari para salaf,  baik dalam bentuk perkataan maupun prakteknya.
Husnudzan (berperasangkan baik) kepada  Allah adalah meyakini Asma', sifat serta perbuatan Allah yang layak  bagi-Nya. Sebuah keyakinan yang menuntut pengaruh yang  nyata. Misalnya,  meyakini bahwa Allah merahmati semua hamba-Nya dan memaafkan mereka  jika mereka bertaubat dan kembali kepada-Nya. Allah akan menerima amal  ketaatan dan ibadah mereka. Serta meyakini, Allah mempunyai hikmah yang  sempurna dalam setiap yang Dia takdirkan dan tentukan.
Sedangkan siapa yang menyangka,  husnudzan kepada Allah Ta'ala tidak disertai amal apapun, maka ia salah  besar dan tidak memahami ibadah agung ini sesuai dengan pemahaman yang  benar. Sesungguhnya husnudzan tidak tegak dengan meninggalkan  kewajiban-kewajiban dan menjalankan kemaksiatan-kemaksiatan. Maka siapa  yang berperasangka baik kepada Allah semacam itu, ia telah tertipu,  berharap yang salah, berpaham murji'ah yang tercela, serta merasa amal  dari siksa Allah. Semua ini tercela dan membinasakan dirinya sendiri.
Ibnul Qayyim berkata,
وقد تبين  الفرق بين حسن الظن والغرور ، وأن حسن الظن إن حمَل على العمل وحث عليه  وساعده وساق إليه : فهو صحيح ، وإن دعا إلى البطالة والانهماك في المعاصي :  فهو غرور ، وحسن الظن هو الرجاء ، فمن كان رجاؤه جاذباً له على الطاعة  زاجراً له عن المعصية : فهو رجاء صحيح ، ومن كانت بطالته رجاء ورجاؤه بطالة  وتفريطاً : فهو المغرور
"Telah nampak jelas perbedaan antara  husnudzan dengan ghurur (tipuan). Adapun Husnuzan, jika ia mengajak dan  mendorong beramal, membantu dan membuat rindu padanya: maka ia benar.  Jika mengajak malas dan berkubang dengan maksiat: maka ia ghurur  (tipuan). Husnuzan adalah raja' (pengharapan). Siapa yang pengharapannya  mendorongnya untuk taat dan menjauhkannya dari maksiat: maka ia  pengharapan yang benar. Sedangkan siapa yang kemalasannya adalah raja'  dan meremehkan perintah: maka ia tertipu." (Al-Jawab al-Kaafi: 24)
Syaikh Shalih al-Fauzan berkata,  "Berhusnuzan kepada Allah harus disertai dengan meninggalkan  perbuatan-perbuatan maksiat. Jika tidak, ia termasuk merasa aman dari  siksa Allah. Oleh sebab itu, behusnudzan kepada Allah harus disertai  melaksanakan sebab-sebab kebaikan yang jelas dan mejauhi semua sebab  yang menghantarkan kepada keburukan: Ini merupakan pengharapan yang  terpuji. Adapun husnudzan kepada Allah dengan meninggalkan kewajiban dan  menerjang keharaman: maka ia pengharapan yang tercela, itu termasuk  bentuk merasa aman dari adzab Allah." (Al-Muntaqa' min Fatawa Al-Syaikh  al-fauzan: 2/269)
Meningkatkan Husnudzan
Seorang muslim hendaknya senantiasa berhusnudzan kepada Tuhan-Nya. Ini harus lebih meningkat  dalam dua keadaan:
Pertama, saat dia menjalankan ketaatan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: Allah Ta'ala berfirman,
أَنَا  عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي  فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ في نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلأٍ  ذَكَرْتُهُ فِي مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ  تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا  تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ  هَرْوَلَةً
"Aku sesuai prasangka hamba-Ku  kepada-Ku, dan Aku akan bersamanya selama ia mengingat-Ku. Jika ia  mengingat-Ku dalam dirinya maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku,  jika ia mengingat-Ku dalam sekumpulan orang maka Aku akan mengingatnya  dalam sekumpulan yang lebih baik dan lebih bagus darinya. Jika ia  mendekat kepada-Ku satu jengkal maka Aku akan mendekat kepada-Nya satu  hasta, jika ia mendekat kepada-Ku satu hasta maka Aku akan mendekat  kepadanya satu depa, dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan maka Aku  akan mendatanginya dengan berlari." (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan hadits di atas, husnudzan  kepada Allah memiliki hubungan kuat dengan amal shalih. Karena  sesudahnya disebutkan anjuran untuk berdzikir dan mendekatkan diri  dengan amal ketaatan kepada-Nya 'Azza wa Jalla. Maka siapa yang berprasangka baik kepada Allah pasti ia terdorong untuk berbuat baik.
Al-Hasan al-Bashri berkata,
المؤمن أحسنَ الظنّ بربّه فأحسن العملَ ، وإنّ الفاجر أساءَ الظنّ بربّه فأساءَ العمل
"Sesungguhnya seorang mukmin selalu  berhusnudzan kepada Tuhannya lalu ia memperbagus amalnya. Dan  sesungguhnya seorang pendosa berpesangka buruk kepada Tuhannya sehingga  ia berbuat yang buruk." (Diriwayatkan Imam Ahmad dalam al-Zuhd, hal. 402)
Kemudian Ibnul Qayyim menjelaskan, siapa  yang memperhatikan persoalan ni dengan benar akan tahu, husnudzan  kepada Allah adalah baiknya amal itu sendiri. Karena seorang hamba  terdorong menjalankan amal baik karena ia berperasangka bahwa Tuhan-nya  akan memberi balasan dan pahala atas semua amal-amal baiknya, serta  menerimanya. Husnuzan-lah yang mendorongnya beramal shalih. Maka jika  prasangkanya baik, baik pula amalnya. Jika tidak, husnudzan bersamaan  dengan mengikuti hawa nafsu adalah kelemahan.
Ringkasnya, husnudzan pasti disertai  dengan menjalankan sebab-sebab menuju keselamatan. Sebaliknya, jika  menjalankan sebab-sebab kehancuran, pasti ia tidak berperasangka baik.  (Disarikan dari al-Jawab al-Kaafi: 13-15)
Abu al-Abbas al-Qurthubi rahimahullah  berkata, dikatakan, maknanya: berperasangka (yakin) dikabulkan doa saat  berdoa, diterima saat bertaubat, diampuni saat istighfar, dan  berperasangka akan diterima amal-amal saat menjalankannya sesuai dengan  syarat-syaratnya; ia berpegang teguh dengan Dzat yang janji-Nya benar  dan karunia-Nya melimpah. Aku katakan, ini dikuatkan oleh Sabda  Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
ادْعُوا اللهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإجَابَةِ
"Berdoalah kepada Allah sementara kalian yakin diijabahi."  (HR. Al-Tirmidi dengan sanad shahih). Bagi orang bertaubat dan  beristighfar, juga orang yang beramal agar bersungguh-sungguh dalam  menjalankan niatan baiknya itu dengan disetai keyakinan bahwa Allah  Ta'ala akan menerima amalnya dan mengampuni dosanya. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala  telah berjanji akan menerima taubat yang jujur dan amal-amal yang  shalih. Seandainya ia menjalankan amal-amal tersebut dengan keyakinan  atau prasangka bahwa Allah tidak akan menerimanya dan amal-amal tersebut  tak memberikan manfaat baginya, itu namanya putus asa dari rahmat  Allah. Sedangkan berputus asa dari rahmat Allah termasuk dosa besar.  Siapa meninggal di atasnya, baginya apa yang diperasangkakannya. Adapun  merasa mendapat ampunan dan rahmat dengan mengerjakan maksiat-maksiat:  itu adalah kejahilan dan tertipu. Mereka itulah yang akan masuk dalam  jeratan paham murji-ah.
Kedua, saat tertimpa musibah dan menghadapi kematian. Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda tiga hari menjelang wafatnya,
لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللهِ الظَّنَّ
"Janganlah salah seorang kalian meninggal kecuali ia berhusnuzan kepada Allah." (HR. Muslim)
Dalam kitab Al-Mausu'ah al-Fiqhiyah  (10/220) disebutkan, wajib atas seorang mukmin berperasangka baik kepada  Allah Ta'ala. Tempat yang lebih banyak diwajibkan berhusnzan kepada  Allah: Saat tertimpa musibah dan saat kematian. Dianjurkan berhusnudzan  kepada Allah Ta'ala bagi orang yang menghadapi kematian. Terus  memperbagus perasangka kepada Allah dan meningkatkannya walaupun itu  terasa berat saat menghadapi kematian dan sakit. Karena seharusnya  seorang mukallaf senantiasa husnudzan kepada Allah.
Dari penjelasan di atas, husnuzan kepada  Allah tidak terjadi dengan meninggalkan perkara wajib dan mengerjakan  kemaksiatan. Siapa yang meyakini hal itu bermanfaat baginya maka ia  tidak menetapkan sebagian dari nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan  Allah yang layak dan sesuai bagi-Nya. Sungguh ia telah mengelincirkan  dirinya pada keburukan dan perangkap syetan. Sementara orang-orang  beriman, secara bersamaan memperbagus amalnya dan memperbagus  perasangkanya kepada Allah bahwa Dia akan menerima amal-amal shalihnya.  Dan saat menghadapi kematian, mereka berperasangka baik kepada Allah  bahwa Dia memaafkan kesalahan dan mengampuni dosa-dosanya serta  merahmatinya. Diharapkan, Allah mewujudkan perangka baiknya tersebut  kepada mereka sebagaimana yang sudah dijanjikan oleh-Nya.Oleh: Badrul Tamam
http://iddrus-mb.blogspot.com/2012/03/membuat-mail-server-zimbra-di-ubuntu.html
ReplyDeletesupersmashflash2s.com